Karya ini merupakan proses panjang dan berkelanjutan tentang penelusuran lokasi makam kakek (Sirin). Bersama ayah (Asto Puaso, 60 tahun), sejak 2006 kami mencoba mencari ‘kuburan asli’ Sirin, tujuannya sederhana, agar kami tahu kemana kalau hendak nyekar, selama ini kami hanya mengunjungi makam palsu. Pencarian berakhir tahun 2020, saat kami ke Luweng Grubug, Semanu, Gunungkidul yang diduga sebagai tempat eksekusi orang-orang yang terlibat organisasi komunis tahun 1965-1966. Meski sulit membuktikan secara empirik, getar hati serta burai tangis rindu yang kami rasakan sejak saat pertama mengunjungi lokasi tersebut, kami yakini sebagai lokasi terakhir kakek dan bapak kami.
Kami berusaha untuk merestorasi sejarah Sirin, setidaknya di wilayah yang secara historis berelasi dengan beliau. Sirin semasa hidup tinggal dan menjadi Carik (Sekretaris) di Desa Plembutan, Kec. Playen, Kab. Gunungkidul. Upaya ini sebagai ‘rekonsiliasi kecil’, partisipasi, keterbukaan dialog, doa dan dukungan dari anggota keluarga dan masyarakat kami rasa sangat penting dalam usaha untuk memperbaiki sejarah Sirin.
Karya instalasi terdiri 65 buah tangga bambu, yang dihibahkan dari keluarga, kerabat, kalangan penyintas ataupun di luar penyintas, dari kelompok seni maupun siapa saja yang peduli pada perjuangan rekonsiliasi 65. Beberapa lukisan, gambar, catatan, dibuat mengiringi proses dari waktu ke waktu. Dalam proses pencarian, saya dihadapkan dengan berbagai peristiwa yang membuka cakrawala laku Jawa dan memantik berbagai kesadaran dalam mengenali Jawa. Bagaimana mimpi-mimpi, intuisi dan doa-doa membawa saya pada pertemuan-pertemuan yang bersifat spiritual.