Karya satir tentang nasib penyintas genosida 65, yang direpresentasikan melalui lampu gantung/ chandelier. Lampu gantung ini dibentuk dari baju bekas para penyintas sebagai wakil yang tepat dari situasi hari ini: dilupakan, ditinggalkan dan jadi kambing hitam dalam kondisi yang berulang ulang.
Semestinya chandelier selalu mewakili kemewahan, kejayaan dan kemapanan. Digantung dengan sentosa di pendapa atau ruang tamu rumah raja, adipati atau orang kaya. Namun, lampu gantung ini digantung di pojok ruang gelap. Sinarnya seperti kelip lampu nelayan di jermal atau petani yang tengah menyuluh di gelap malam; nelangsa sia sia.
Seperti genosida 65, lampu redup ini adalah harapan; berharap diakui sebagai korban genosida di tahun 65 atau jadi kambing hitam selamanya. Harapan yang entah.