Lukisan Urubingwaru seakan-akan menciptakan sebuah ruang ekstra di luar bingkai perseginya, yakni kehadiran fisiknya yang mirip
gebyok.
Gebyok, istilah dalam bahasa Jawa yang menunjuk dinding penyekat di dalam rumah, umumnya papan lebar dari kayu dengan hiasan atau ukiran. Bentuk partisi atau dinding tak kedap suara ini, memberi makna pada kehidupan komunal, memisahkan tapi juga menyatukan, menjauhkan sekaligus mengantarai, di luar dan di dalam. Lukisan Urubingwaru yang meminjam fungsi seperti partisi ini tak sepenuhnya rampung dalam wujud gambar. Karya ini dimaksudkan berperan serta dalam cerita tentang dunia di mana arketip kultural, kerangka sejarah, seruan pada semesta berkelindan dalam kesadaran universal. Lukisan Urubing adalah dinding tutur yang menciptakan batas sekaligus menautkan dunia-dunia, yang di sana dan di sini, yang dikenali dan yang asing. Inilah representasi dari narasi dan tutur yang membuatnya tak berhenti di ruang pamer.
Tema lukisan Urubingwaru diinspirasikan oleh genre realisme magis di dalam khazanah susastra, mengkonstruksi suatu dunia artistik sarat imajeri. Yang visual dan sastrawi terjalin melalui tema-tema sejarah, mitos dan identitas. Lukisannya menggambarkan suatu dunia yang terpiuh seraya menautkan unsur-unsur spekulatif, mengaburkan batas-batas antara spekulasi dan realitas. Tema-tema yang saling bertentangan ini hadir bersama-sama di dalam sebuah dunia atau lukisan-
gebyok, seperti jalinan antara sains dan fiksi, yang lalu dan kini, kepercayaan dan kesangsian.
Represented By: