Dicky Takndare & The Sampari

Ignasius Dicky Takndare lahir di Sentani, Jayapura (Papua) pada 1988. Ia belajar di Jurusan Seni Patung, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.


Instalasi Dicky yang berukuran besar menggabungkan gagasan antara, yakni berada di dalam dan di luar bagi tahanan politik di Papua Barat. Ia memadukan antara kebesaran monumen Pembebasan Irian Barat yang dikerjakan oleh pematung Edhi Sunarso di Jakarta semasa kekuasaan Presiden Soekarno pada 1960-an dan ruang tahanan sebagai tubuh abstrak monumen itu. Nama Irian Jaya adalah nama resmi yang diberikan oleh rezim Orde Baru, dan kini berganti nama menjadi Papua Barat.


Monumen bagi Dicky adalah konstruksi politis, dibangun oleh mereka yang menang atau bertujuan untuk menang. Ingatan mengalami reduksi melalui monumen, karena itulah generasi berikut akan membangun monumen-monumen lagi ketika monumen gagal menghadirkan memori di ruang publik. Dicky menulis catatan, monumen tidak dihancurkan, tapi direkonstruksi, makna dan narasinya dimaknai ulang, dan yang menentukan hal itu adalah subyek (-subyek) elemen partisipatif yang aktif dalam mengonstruksi ide dan bentuk karya.


Dicky melakukan penelian dengan melakukan wawancara dengan sejumlah narapidana tahanan politik dan kejahatan ringan di Papua Barat melalui penasehat hukum mereka. Ini adalah suara partisipatif yang akan bergaung di luar meski tubuh mereka berada berada di dalam penjara. Sosok-sosok tersebut, dikonstruksi secara sangat simbolik dan terkesan centang-perenang melebur ke dalam bentuk besi-besi metalik yang menggambarkan struktur penjara.


Dicky secara efektif telah "meretas" monumen ini untuk mempertanyakan apakah orang Papua di masa kini benar-benar bebas. Realitasnya, banyak orang yang justru menjadi tahanan politik ketika menunjukkan aspirasinya untuk merdeka dari Indonesia.


Participants:


Yosias Motte

Albertho Wanma

Irto Mamoribo

Victor Yeimo

Nelson Natkime

Betty Adii

Maximus Sedik

Yanto Gombo

Markus Rumbino 

Wok The Rock